Kamis, 14 Juli 2011

Revisi UU Penyelenggara Pemilu, Ramlan Nilai DPR Lakukan Kesalahan Besar

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pengamat politik Prof Dr Ramlan Surbakti menilai, DPR melakukan kesalahan besar merevisi UU tentang Penyelenggara Pemilu tersebut.

Kewenangan untuk menerima, mengkaji, dan memutus segala laporan atau temuan pelanggaran administrasi Pemilu menimbulkan persoalan baru. Apalagi Bawaslu bisa menerima dan memutus sengketa pemilu di luar perselisihan, hasil pemilu berpotensi memunculkan konflik pihak beperkara.

“DPR ini seperti slogan Pegadaian saja, menyelesaikan masalah dengan menimbulkan masalah baru,” cetus mantan anggota Bawaslu dan Wakil Ketua KPU tersebut di Jakarta, Kamis (14/7).

Ramlan menilai, pemberian kewenangan itu tidak didasari pemahaman tepat tentang substansi ketentuan yang mengatur pemilu. Persoalan lain, kata dia, menyerahkan kewenangan institusi lain, seperti pengadilan dan Mahkamah Konstitusi kepada Bawaslu.

Serta, tidak sesuainya dimensi keadilan dan waktu sebab pelaksanaan tahapan pemilu akan tidak tepat waktu berpotensi menimbulkan masalah pelik di kemudian hari. “Inilah jika aturan dibuat karena bermuatan politis,” terang guru besar Fisip Universitas Airlangga itu.

Menurut Ramlan, Bawaslu tidak tepat menerima pengaduan sengketa pemilu. Itu karena Bawaslu tidak menguasai duduk perkara sehingga kemungkinan keputusan yang diambil tidak sesuai dengan ketentuan. Belum lagi problem waktu sebab Bawaslu butuh waktu lama untuk memahami duduk perkara, dan memutuskan sengketa.

Pasalnya jika putusan dilakukan tidak tepat, sambung dia, pihak beperkara pasti mengajukan banding. Hal itu membuat tahapan pemilu bisa tertunda. “Harusnya serahkan kepada KPU saja. Apalagi di negara lain yang mengurusi pemilu itu hanya KPU, tidak ada Bawaslu,” terang Ramlan.

Sebelumnya, Komisi II DPR merevisi Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu dengan memberi wewenang Bawaslu pada Pemilu 2014. Dampaknya Bawaslu bisa memutus pelanggaran administrasi pemilu. Hal tersebut dituangkan dalam Pasal 74 Ayat (4).

Keputusan DPR itu dilakukan berangkat dari pelaksanaan Pemilu 2009. Dengan posisi Bawaslu sekarang, penyimpangan administrasi tidak bisa dinormalisasi pada saat itu juga. Kalau menunggu proses akan berlangsung lama, sedangkan penyimpangan berjalan terus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar