Badan Legislasi (Baleg)DPR RI menyampaikan laporanhasil penyusunan RUU tentangPerubahan atas UU Nomor 10Tahun 2008 tentang PemiluAnggota DPR, DPD dan DPRDkepada Sidang Paripurna DPRRI, Selasa (19/7) di gedungDPR.
Dalam rapat Paripurnayang dipimpin Wakil Ketua DPRPramono Anung, Ketua BalegIgnatius Mulyono menyampaikan, proses penyusunan RUU ini telah dimulai sejak 8bulan yang lalu dengan diawali tahapan pandangan dan masukan dari stakeholders,kunjungan ke daerah dan dilanjutkan dengan pembahasan intensif di Panja.
Pada pembahasan ini terjadi diskusi dan perdebatan mendalam terhadapberbagai persoalan terkait dengan penyempurnaan pelaksanaan pemilu.
Beberapa substansi materi RUU yang mendapatkan perhatian danpembahasan yang mendalam antara lain mengenai. tahapan penyelenggaraanPemilu, verifikasi Partai Politik calon peserta pemilu, mekanisme pemberian suara,penghitungan cepat hasil Pemilu serta persyaratan partai politik menjadi pesertaPemilu dan masih banyak beberapa substansi lain yang menjadi pembahasanmendalam.
Mulyono mengatakan, banyak hal terkait dengan upaya bersama untukmelakukan penyempurnaan terhadap pelaksanaan pemilu telah dapat disepakati.Namun, katanya, masih ada beberapa hal yang belum dapat dicapai kesepakatan,meskipun berbagai upaya telah dilakukan Badan Legislasi guna mendekatkanpandangan fraksi-fraksi.
Adapun dua materi yang belum dapat disepakati di Baleg yaitu, Pasal 202terkait ambang batas perolehan suara dan konversi suara menjadi kursi (Pasal205,206,207, 208, 209 dan Pasal 210).
Terhadap dua materi ini, Baleg sudah melakukan pembahasan secaramendalam dan intensif dengan disertai berbagai pertemuan lobby antar fraksi-fraksi diBaleg, namun kesepakatan belum dapat dicapai.
Dengan dilandasi semangat saling menghargai pendapat dan kebersamaan,serta masih dalam tahapan penyusunan RUU, maka Baleg sepakat untuk menuliskandalam draft RUU dalam dua rumusan alternatif.
Alternatif pertama berbunyi, Partai Politik peserta Pemilu harus memenuhiambang batas perolehan suara sekurang-kurangnya 3% (tiga perseratus) dari jumlahsuara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggotaDPR, DPRD Provinsi dan DPR Kabupaten/Kota.
Alternatif pertama ini disertai catatan bahwa angka 3% (tiga perseratus) bukanmerupakan hasil kesepakatan politik di Baleg, untuk selanjutnya besaran angkadefinitif ambang batas (parliamentary threshold) akan ditentukan dalam RapatParipurna.
Setiap Fraksi tetap memiliki pendirian ambang batas perolehan suara untukFraksi Partai Demokrat 4%, Fraksi Partai Golkar dan Fraksi PDI Perjuangan 5%, FraksiPKS 3-4%, dan Fraksi PAN, Fraksi PPP, Fraksi PKB, Fraksi Gerindra dan Fraksi Hanura2,5%.
Sedang alternatif ke dua adalah Partai Politik peserta Pemilu harus memenuhiambang batas perolehan suara sekurang-kurangnya 2,5%-5% (dua koma lima sampaidengan lima perseratus) dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalampenentuan perolehan kursi anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPR Kabupaten/Kota.
Alternatif ke dua inipun dengan catatan bahwa angka 2,5%-5% hanyamerupakan angka draft, bukan merupakan angka hasil kesepakatan politik di Baleg,untuk selanjutnya besaran angka definitif ambang batas (parliamentary threshold) akanditentukan dalam rapat paripurna.
Perihal permasalahan konversi suara menjadi kursi yang juga belum dapatdisepakati, Mulyono mengatakan, ada dua alternatif rumusan yang disampaikan Baleguntuk diputuskan dalam Rapat Paripurna.
Alternatif rumusan pertama, penghitungan perolehan kursi dengan prinsipterbagi habis di daerah pemilihan (Dapil). Rumusan ini sama dengan sistem Pemiludalam UU No. 12 Tahun 2003 menggunakan metode kuota.
Sedang alternatif ke dua berbunyi, penghitungan perolehan kursi denganmetode kuota (BPP) dengan cara sisa suara ditarik ke provinsi, apabila sura sah partaipolitik tidak mencapai (BPP) pada penghitungan kursi tahap pertama.
Foto: Ketua Baleg serahkan draf RUU Pemilu Ke DPR